dr. Ferdinand Lumban Tobing

Berbicara tentang pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari batak seringkali kita hanya mengenal nama Sisingamangaraja XI, padahal sejarah mencatat jika pahlawan dari Batak tidak hanya Sisingamangaraja. Ada satu nama lagi yang terekam dalam sejarah Indonesia, nama itu adalah dr, Ferdinand Lumban Tobing. Nama tersebut saat ini digunakan sebagai nama bandar udara dan RSUD untuk mengenang jasa-jasanya. Artikel sederhana ini akan berusaha menceritakan perjalanan karir dr. Ferdinand Lumban Tobing.


Masa Kecil & Pendidikan Ferdinand Lumban Tobing


Ferdinand Lumban Tobing lahir pada tanggal 19 Februari 1899 di Sibuluan, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Ia adalah buah hati dari Herman Lumban Tobing (ayah) dan Laura Sitanggang (ibu). Ia adalah anak keempat dari sembilan bersaudara. Ayahnya bergelar Raja Guru. Gelar itu didapatkannya karena ia berprofesi sebagai guru di sekolah desa di Sibuluan. Ayah angkatnya bernama Jonathan Pasanea berprofesi sebagai pendeta, teman dekat Ayah kandung Ferdinand. Herman Lumban Tobing pernah bernazar jika anaknya terlahir laki-laki maka biarlah diambil oleh Jonathan Pasanea. Ferdinand Lumban Tobing adalah anak laki-laki pertama di dalam keluarganya karena sebelumnya ketiga saudaranya adalah perempuan semua.

Ayah angkatnya menyekolahkan Ferdinand di ELS (Europsche Largere School) yang ada di Depok, lalu dipindahkan ke Bogor. Pada tahun 1914 ia lulus dari ELS. Selanjutnya ia berencana untuk berkarir di Jawatan Pos, Telpon dan Telegrap (PTT) namun tidak terwujud karena tidak disangka-sangka jika ia mendapat undangan untuk mengikuti ujian masuk STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) padahal ia dan keluarganya merasa tidak pernah mendaftarkan Ferdinand di STOVIA.

Lantas bagaimana Ferdinand bisa mendapat undangan ujian masuk di STOVIA?
Proses diterimanya Ferdinand di STOVIA baru terungkap setelah tiga lamanya ia bersekolah di sana. Ketika ia sudah menyelesaikan ujian tingkat III-nya. Ia dipanggil ke kantor dan ditanya bagaimana ia bisa diterima di STOVIA. A menjelaskan jika ia diundang untuk mengikuti ujian masuk STOVIA dan lulus. Kemudian datanglah Ferdinand Lumbang Tobing yang sebenarnya mendaftar di STOVIA. Kasus ini tidak membuat Ferdinand dikeluarkan karena nilai-nilainya yang bagus, sedangkan Ferdinand yang satunya tetap diberikan kesempatan untuk mengikuti ujian masuk STOVIA.

Karir Ferdinand Lumban Tobing di Dunia Kedokteran di Masa Kolonial


Pada tanggal 28 Desember 1924, Ferdinand berhasil menyelesaikan studinya di STOVIA. Selanjutnya ia memulai karirnya sebagai dokter di CBZ (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) pada bagian penyakit menular di Jakarta. Saat menjalani masa tugasnya di Jakarta, ia bertemu dengan gadis Minasaha, berdarah Jerman dan Bugis, bernama Anna Paulina Elfringhoff yang kelak dinikahi oleh Ferdinand pada tahun 1925.

Setahun kemudian ia bertugas di Tenggarong ibukota Kesultanan Kutai, Kalimantan Timur dan menjalani tugas barunya selama lima tahun. Selanjutnya pada tahun 1931 ia dipindahkan ke Surabaya dan ditugaskan pada bagian penyakit dalam. Selama di Surabaya selain menjadi dokter, ia juga mengajar di NIAS (sekolah dokter) sebagai Asisten.

Di tahun 1935 ia dipindahkan lagi ke Padang Sidempuan. Kemudian dr. Ferdinand Lumban Tobing ia kembali ke daerah kelahirannya sendiri sesudah bertahun-tahun mengembara untuk untuk memperoleh ilmu dan bekerja. Pada tahun 1937, ia menjabat sebagai dokter Rumah Sakit Umum hingga datangnya pasukan Jepang pada tahun 1942.

Pejuangan dr. Ferdinand Lumban Tobing pada Masa Pendudukan Jepang


Sejatinya dr. Ferdinand Lumban Tobing memiliki rasa kepedulian dan kesetiakawanan yang tinggi. Hal ini terbukti dari setiap upayanya untuk menyembuhkan tenaga Romusha yang pada masa pendudukan Jepang sangat menderita. Pada satu waktu, Ferdinand Lumban Tobing pernah akan dibunuh oleh pemerintah Jepang namun tidak terjadi karena jasanya menyelamatkan tentara Jepang yang jatuh dari kendaraan.

Dr. Ferdinand Lumban Tobing di Masa Kemerdekaan


Sejak Oktober 1945 beliau diangkat menjadi Residen Tapanuli namun pemerintah Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia. Pada masa agresi militer Belanda I & II, Lumban Tobing memimpin masyarakat Tapanuli untuk mempertahankan kemeredekaan. Atasnya tersebut ia diangkat menjadi Gubernur Militer Tapanuli dan Sumatera Timur Selatan . Sedangkan di masa revolusi kemerdekaan ia beberapa kali pernah menjabat posisi penting seperti Menteri Penerangan, Menteri Negara Urusan Transmigrasi, Menteri Urusan Daerah, dan Menteri Kesehatan (ad interim) pada masa Kabinet Ali Sastroamijoyo I.

Dr. F.L. Tobing meninggal di Jakarta, 7 Oktober 1962 pada usia 63 tahun. Ia dimakamkan di Desa Kolang, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Namanya kemudian diabadikan di sebuah Rumah Sakit Umum di Sibolga dan bandar udara di Pinangsori, Tapanuli Tengah. Ia kemudian dikukuhkan menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada 17 November 1962 berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 361 Tahun 1962.

Demikian yang dapat saya bagikan kepada sobat sejarah tentang cerita singkat dr Ferdinand Lumban Tobing. Semoga bermnafaat dan jangan lupa untuk terus kunjungi blog belajarsejarah.web.id yah.
LihatTutupKomentar