Sejak pertengahan Maret 2020,
Presiden Joko Widodo telah menetapkan kondisi darurat Covid-19 dengan
menghimbau masyarakat untuk melakukan aktifitasnya dari rumah seperti bekerja,
belajar hingga beribadah. Instruksi presiden tersebut ditanggapi oleh seluruh
kementerian dengan mengeluarkan berbagai kebijakan.
Untuk mendukung kebijakan belajar
dari rumah, Kemendikbud mengeluarkan program pembelajaran daring (dalam
jaringan) melalui portal rumah belajar menggunakan koneksi internet. Terdapat
pula proses pembelajaran melalui siaran radio hingga televisi untuk SD, SMP,
SMA/SMK.
Setelah berjalan selama 3 bulan,
program belajar dari rumah mendapat banyak sorotan dari masyarakat. Hal ini
disebabkan masyarakat menilai proses belajar dari rumah tidak cukup efektif. Berbagai
kendala saat pembelajaran jarak jauh (PJJ) muncul, mulai dari tidak meratanya
infrastruktur penunjang PJJ di seluruh daerah, beban penyelesaian kurikulum
yang tidak diimbangi dengan waktu mengajar yang cukup. Belum lagi sulitnya
komunikasi antara guru dan orang tua siswa sebagai mitra PJJ.
Peranan orang tua siswa turut
menentukan keberhasilan proses PJJ. Orang tua siswa diharuskan mendampingi
anak-anak mereka selama PJJ berlangsung. Sedangkan tidak semua orang tua dapat
melakukannya karena harus mengerjakan tanggung jawab yang lainnya. Selain itu
orang tua juga dituntut mampu memotivasi anak-anak mereka dikala rasa stress
dan jenuh melanda siswa akibat banyaknya tugas yang diberikan oleh bapak ibu
guru.
Kemendikbud bergerak cepat merespon isu tantangan pendidikan tersebut. Ada dua kebijakan baru yang telah diluncurkan. Pertama, pemberlakuan kurikulum darurat (dalam kondisi khusus) untuk jenjang SD, SMP, SMA/SMK. Kurikulum darurat dapat dipahami sebagai penyederhanaan kompetensi dasar pada kurikulum 2013 yang berfokus pada kompetensi mendasar dan kompetensi prasyarat (setiap mata pelajaran) untuk kelanjutan pembelajaran di tingkat selanjutnya. Kurikulum darurat akan berlaku sampai akhir tahun ajaran. Artinya, meski pandemi covid-19 selesai sebelum akhir tahun ajaran 2020-2021, kurikulum darurat tetap digunakan.
Sosialisasi Kebijakan Kurikulum Darurat melalui kegiatan Webinar oleh Dirjen GTK
Kurikulum darurat juga bersifat
fleksibel bagi setiap sekolah. Kemendikbud memberikan kebebasan kepada sekolah
untuk memilih (berdasarkan situasi masing-masing sekolah) apakah tetap
menggunakan kurikulum 2013, beralih menggunakan kurikulum darurat atau
menyederhanakan kurikulum secara mandiri. Pemberlakuan kurikulum darurat secara
langsung memberikan kelonggaran beban mengajar bagi guru. Karena guru tidak
lagi terbebani untuk menuntaskan semua kompetensi dasar.
Kebijakan responsif kedua adalah
bantuan modul pembelajaran dan asesmen untuk mendukung pelaksanaan kurikulum
darurat. Modul pembelajaran difokuskan pada jenjang PAUD dan SD yang dianggap
paling terdampak pandemi Covid-19. Modul pembelajaran di tingkat PAUD
dijalankan dengan prinsip merdeka belajar (bermain adalah belajar). Sedangkan
jenjang SD difokuskan pada kompetensi literasi, numerasi dan kecakapan hidup.
Modul pembelajaran kurikulum darurat
tidak hanya ditujukan bagi guru dan siswa tetapi juga orang tua. Kemendikbud
berharap orang tua siswa mendapat panduan saat mendampingi anak-anak mereka,
sekaligus mengurangi tingkat stress bagi orang tua dan siswa selama PJJ
berlangsung.
Proses asesmen oleh guru secara
berkala merupakan bagian penting lainnya untuk mengukur keberhasilan
pelaksanaan 2 kebijakan baru tersebut. Asesmen terbagi menjadi dua, asesmen
kognitif (untuk mengukur kemampuan dan pencapaian belajar siswa) dan
non-kognitif (untuk mengukur aspek psikologis dan emosional siswa).
Kemendikbud juga mengajak semua pihak yang berkepentingan dalam dunia pendidikan Indonesia untuk berkontribusi demi keberhasilan anak-anak untuk terus belajar dengan sehat dan selamat di masa pandemi Covid-19.