Mohammad Natsir : Berkompetisi Tanpa Caci Maki

LATAR BELAKANG


Usia demokrasi Indonesia telah menginjak 73 tahun. Bukan perjalanan yang singkat, mengingat sistem demokrasi Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian. Pada masa Reformasi, demokrasi yang dianut adalah Demokrasi Pancasila yang bersumber dari nilai-nilai luhur pengalaman, sejarah dan jati diri Bangsa Indonesia.

Harus diakui jika pelaksanaan demokrasi di Indonesia masa kini jauh dari ajaran Pancasila, bahkan sangat jauh. Hal ini dipengaruhi oleh pemahaman para pelaku demokrasi Pancasila itu sendiri. Perbedaan pendapat dianggap sebagai pengkhianatan, tidak adanya kompetisi yang sehat, penghormatan antara yang kalah dan menang, semangat saling mendukung yang dilandasi saling percaya. Pelaksanaan demokrasi yang demikian akan membuka peluang ajaran-ajaran yang bertentangan dengan Pancasila untuk berkembang seperti, radikalisme, separatisme, sektarianisme, hingga terorisme. Rakyat Indonesia saat ini membutuhkan tokoh yang dijadikan panutan dan teladan khususnya dalam kehidupan berdemokrasi seperti Mohammad Natsir.


Mohammad Natsir : Berkompetisi Tanpa Caci Maki


SEKELUMIT KISAH PERJUANGAN


Mohammad Natsir dikenal santun, sederhana, dan toleran, konsisten menempuh jalan demokrasi bersama rekan-rekannya di Masyumi. Natsir adalah satu dari sedikit tokoh Islam di awal republik yang tidak gagap akan gagasan demokrasi. Dia bergaul dengan tokoh-tokoh Katolik, Kristen, dan Komunis. Natsir memberi teladan bahwa perbedaan pendapat tidak boleh memecah persatuan. Pluralisme bukan sesuatu yang perlu diperdebatkan, melainkan diamalkan.

Perbedaan pendapat pula yang mempertemukan Muhammad Natsir dan Soekarno dalam beberapa episode. Pertama, di penghujung tahun 1930, ketika Natsir mendukung Islam sebagai dasar Negara Indonesia, sedangkan Soekarno menjagokan Nasionalisme. Tidak pernah ada kesepakatan di antara keduanya berkaitan dengan polemik itu, tapi keduanya saling mengagumi lawannya. Kedua, tatkala Persatuan Indonesia dalam kondisi dipecah belah oleh Belanda akibat penerapan Republik Indonesia Serikat. Soekarno sebagai presiden sedang menghadapi pertikaian partai politik. Natsir bersama Masyumi menyodorkan alternatif jalan keluar yang kemudian dikenal dengan sebutan Mosi Integral, kembali ke bentuk negara kesatuan.

Demi menyelamatkan Indonesia dari komunisme, Mohammad Natsir yang dikenal santun tidak dapat menghindarkan dirinya dari aksi pemberontakan. Dia bergabung dengan PRRI/Permesta akibat kekecewaan terhadap Bung Karno yang semakin memihak PKI. Konsistensi pemikiran dan tindakan tetap ditunjukkannya pada masa Presiden Soeharto, ketika dia melihat gelagat buruk Istana, ia bersama tokoh lainnya menandatangi Petisi 50, yang membuatnya menjadi musuh pemerintah. Soeharto memang tidak memenjarakannya, tapi membuat dunia Natsir menjadi sempit dan mendapat pencekalan.

NILAI-NILAI PERJUANGAN


Mohammad Natsir meninggal dunia pada 1993. Kisah hidupnya cukup panjang, dibalik itu semua, ada nilai-nilai keteladan yang dapat kita petik. Sikap menghargai perbedaan pendapat, anti komunis, santun dalam tutur kata, konsisten, bersih dari korupsi, tidak mementingkan kepentingan kelompoknya, karena persatuan Indonesia adalah tujuan utamanya.

Sumber : Seri Buku Saku Tempo Tokoh Islam di Awal Kemerdekaan - Natsir (Politik Santun di antara dua rezim)

LihatTutupKomentar