Biografi Dr. Soetomo - Bapak Pendiri Organisasi Budi Utomo yang Moderat

belajarsejarah.web.id - Bagi warga Kota Surabaya, nama Soetomo tidaklah asing. Hal ini dikarenakan di beberapa tempat dan jalan di Kota Surabaya menggunakan nama Soetomo, seperti rumah sakit Dr. Soetomo, Universitas Dr. Soetomo (UNITOMO) dan jalan Dr. Soetomo.

Dalam catatan sejarah perjuangan Kota Surabaya, terdapat dua tokoh pahlawan dengan nama Soetomo. Pertama, yang dikenal dengan sebutan Bung Tomo. Ia muncul ketika warga Surabaya sedang berupaya melucuti senjata tentara Jepang sebelum mereka dilucuti oleh tentara sekutu.

Kemarahan arek-arek Surabaya semakin memuncak terhadap tentara sekutu dengan pecahnya insiden bendera di Hotel Yamato atau Hotel Oranye (sekarang menjadi Hotel Majapahit). Warga Surabaya tidak rela melihat bendera merah putih biru berkibar di puncak hotel tersebut.

Secara spontan dengan meneriakan kata "Merdeka", tanpa ada komando dari siapapun, beberapa warga Surabaya menaiki puncak hotel untuk merobek warna biru pada bendera hingga menjadi merah dan putih saja. Akibat insiden ini, jatuh korban jiwa pada kedua belah pihak. Perisitwa ini memicu terjadinya peristiwa bersejarah lainnya dengan puncaknya menewaskan Brigadir Jendral AWS Mallaby pada Oktober 1945.

Tentara sekutu mengambil tindakan dengan mengeluarkan ultimatum kepada warga Surabaya untuk menyerahkan diri dan senjatanya paling lambat tanggal 10 November 1945. Para pejuang di Surabaya menolak dan mereka semakin termotivasi dengan pidato yang dibawakan oleh Bung Tomo melalui radio pemberontakan di Surabaya.

Tokoh Kedua adalah dr. Soetomo, lulusan Sekolah Dokter Jawa, STOVIA, yang menjadi pendiri organisasi Budi Utomo, bersama-sama dengan temannya di STOVIA. Walaupun nama keduanya sama, tetapi keduanya hidup di masa yang berbeda. Bung Tomo hidup dalam masa kemerdekaan dan Dr. Soetomo hidup dalam masa kolonial. Tulisan singkat ini akan mengulas tentang perjuangan Dr. Soetomo untuk kemerdekaan Indonesia semasa hidupnya.

Profil Singkat Dr. Soetomo


Terkait tanggal lahir Soetomo terdapat dua sumber yang dapat dijadikan rujukan. Pertama, otobiografi yang berjudul Kenang-kenangan, yang ditulis pada tahun 1934. Menurut buku itu, Soetomo dilahirkan di desa Ngepeh, Nganjuk, Jawa Timur pada 30 Juli 1888. Sumber kedua adalah Gedenkboek Stovia 1851 - 1926, menyebutkan bahwa ia dilahirkan di Bangil pada tahun 1889 tanpa disebutkan tanggal dan bulannya.

Biografi Dr. Soetomo
Biografi Dr. Soetomo

Dr. Soetomo meninggal dunia di Surabaya pada tanggal 30 Mei 1938. Untuk menghormati jasa-jasanya, dr. soetomo, diangkat sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional, berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 657 / 1961.  

Keluarga Dr. Soetomo


Nama kecil Soetomo adalah Soebroto. Ia adalah anak pertama buah cinta pasangan Raden Soewadji dan Raden Ayoe Soedarmi. Pasangan ini memliki tujuh orang anak, adapun keseluruhan tujuh bersaudara itu sebagai berikut :

  1. Soebroto (1888 - 1938). 
  2. Raden Soesilo (1892 - 1943)
  3. Raden Soeratno (1895 - 1942)
  4. Raden Ayoe Sriyati (1896 - 1963)
  5. Raden Ayoe Swi Woelan (1898 - 1983)
  6. Raden Ayoe Sri Oemiyati (1903 - 1989)
  7. Raden Ayu Siti Soendari (1906 - 1998)

Pada tahun 1917, Soetomo menikah dengan Everdina de Graaf Bruring, seorang janda berkebangsaan Belanda. Istrinya adalah seorang suster atau perawat. Keduanya bertemu ketika sama-sama sedang bertugas di rumah sakit di Blora.

Selama masa pernikahannya, pasangan ini tidak dikaruniai anak dan sang istri, meninggal dunia pada 17 Februari 1934 karena penyakit asma akut yang dideritanya. Hingga akhir hayatnya dr. Soetomo tidak menikah lagi.

Masa Kecil Soetomo dan Tumbuhnya Sikap Moderat


Sejak kecil, ia tinggal bersama kakek dan neneknya dari garis ibu. Hal ini terjadi karena ayahnya, Raden Soewadji, seorang wedana dan bertugas di Maospati. Ayahnya semula hanyalah seorang guru, namun berkat ketekunan dan kepandaiannya, ayahnya mendapatkan puncak karirnya sebagai soerang wedana di Maospati.

Kedudukan ayahnya tersebut, langsung tidak langsung, membentuk sikap moderat pada dirinya. Karena Soetomo di satu sisi harus menjaga tatanan sosial di kalangan masyrakat Jawa. Di sisi lain, Soetomo memiliki pemikiran bahwa tatanan sosial tersebut harus dirombak dan hal itu tidak bisa dilakukan secara radikal - revolusioner.

Lingkungan sosial yang sarat dengan saling menghargai, khususnya di keluarga kakek - neneknya, merupakan kondisi yang tidak bisa diabaikan dalam membentuk sikap moderat dirinya. Mereka bersikap sebagaimana tradisi yang berlaku, rasa saling menghargai sangat dijunjung tinggi.

Situasi dalam keluarganya, terbawa ke tengah kehidupan masyarakat dan benar-benar dipraktekkan oleh Soetomo. Selain itu, didikan kedua kakek-neneknya yang lebih dominan mengarah pada tradisi Jawa daripada Islam pragmatis, menjadikan Soetomo sebagai sosok dengan pembawaan tenang.

Pendidikan dr. Soetomo


Sejak berusia 8 tahun atau saat masa besekolah, Soetomo tidak lagi tinggal bersama kakek dan neneknya yang bermukim di desa. Untuk keperluan ini, ia harus pindah dan tinggal bersama pamannya yang bernama Raden Arjodipoera.

Seotomo di ELS


Soetomo kecil memulai pendidikan awalnya di Europeesche Larege School atau yang dikenal sebagai ELS yag ada di Bangil. Ketika pamannya mendaftarkan dirinya ke ELS, terjadi penolakandari pihak sekolah tanpa alasan yang jelas dari kepala sekolah. Namun Raden Arjodipoero tidak putus ada dan merubah nama Soebroto menjadi Soetomo, kemudian mengakui Soetomo sebagai anaknya. Akhirnya pada 1896, Soetomo resmi menjadi murid di ELS.

Dalam catatan di ELS, Soetomo dikenal sebagai murid yang berani melawan murid Eropa. karena tindakannya itu, ia sering dipanggil dan dinasehati oleh kepala sekolahnya. Namun tidak dapat merubah sikap Seotomo selama di ELS.

Keberaniannya muncul untuk membela teman-temannya yang sesama pribumi, karena sering mengalami diskriminasi dari murid Eropa. Akibatnya Seotomo disenangi oleh teman-temannya sesama murid pribumi dan disegani oleh murid Eropa.

Setelah lulus dari ELS, Soetomo sempat mengalami kebimbangan ketika memlih sekolah lanjutan untuk meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Kakeknya memintanya agar ia masuk ke Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA). Kakeknya beralasan banyak lulusan OSVIA yang menjadi pegawai pemerintah Pangerh Praja.

Sedangkan ayahnya menghendaki dirinya masuk ke School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA). Karena tidak ingin melihat Soetomo diperlakukan tidak manusiawi oleh orang Belanda meskipun dirinya berstatus sebagai pegawai pemerintah kolonial Belanda.

Setelah berdiskusi panjang dengan ayahnya tentang rencana masa depannya setelah lulus dari ELS. Akhirnya ia berjanji untuk melanjutkan pendidikannya di STOVIA walaupu ia harus mengecewakan keinginan kakeknya.

Soetomo di kampus STOVIA


Pada 10 Januari 1903, ia resmi menjadi pelajar di STOVIA. Oleh karena itu ia harus berpisah dengan keluarga dan pindah ke Batavia untuk menuntut ilmu. Pada masa awal sekolah di STOVIA, ia mengalami kemerosotan motivasi belajar sehingga berdampak pada menurunnya nilai-nilainya di sekolah. Kondisi ini diperparah dengan seringnya ia terlibat perkelahian dengan pelajar Eropa.

Soetomo Muda
Soetomo Muda

Kepala sekolah STOVIA segera mengambil tindakan perbaikan dengan mengirimkan sepucuk surat kepada ayah Soetomo yang berisi pemberitahuan kondisi anaknya dan mengancam akan mengeluarkan Soetomo apabila ia tidak segera memperbaiki sikap dan nilai-nilainya di sekolah.

Ayah Soetomo segera merespons dengan mengirimi balik Soetomo secarik surat untuk memotivasi dirinya. Setelah membaca surat itu, ati kecil Soetomo tersentuh, kemudian ia berjanji segera memperbaiki sikap dan perilakunya selama ini. Perubahan dalam diri dan prestasinya di sekolah membuatnya dihargai oleh teman dan guru-gurunya. Akhinya pada tahun 11 April 1911, ia berhasil menyelesaikan sekolahnya di STOVIA dengan memperoleh nilai yang yang bagus.

Dr. Wahidin, Dr. Soetomo dan Budi Utomo


Seorang dokter Jawa bernama dr. Wahidin Soedirohusodo yang tergerak hatinya melihat kondisi pendidikan pada penduduk pribumi khususnya di Jawa, mulai berkeliling untuk menyebarkan gagasannya tentang Studie Fonds.

Ia berharap dengan upayanya itu, orang tergerak dan tersentuh hatinya untuk menyisihkan sebagian harta dan kekayannya untuk membantu kaum muda bumiputra yang ingin melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi namun tidak memiliki biaya.

Ajakan Dr. Wahidin mendapat tanggapan yang positif dari Soetomo. Bersama dengan temannya, Goenawan Mangoenkusumo, ia mengajak teman-temannya di STOVIA untuk menghadiri rapat pembentukan organisasi yang terinspirasi dari gagasan dr. Wahidin. Tepat pada hari Minggu, 20 Mei 1908, dengan mengambil tempat di STOVIA di zaal van het eerste jaar der geneeskundige (Ruang Kelas 1) rapat pembentukan organisasi itu dilaksanakan, seperti yang dilaporkan oleh Goenawan berikut :

Ilustrasi Rapat Pembentukan Budi Utomo
Ilustrasi Rapat Pembentukan Budi Utomo

Tepat pukul 9 pagi semua sudah berkumpul. Pemuda Soetomo mulai bicara, menjelaskan maksud dan tujuan pertemuanpagi itu. Beliau mengemukakan gagasan dan cita-citanya secara singkat, terang, dan jelas. Beliau berbicara: "Zonder hartstocht, sober en duidelijk": tanpa nafsu, sederhana dan tegas. Selesai Soetomo berbicara, maka —tulis Goenawan Mangoenkoesoemo—, reaksinya adalah hebat sekali. "Donderend was het applaus": semua tepuk tangan gegap gempita, tanda setuju sepenuhnya. Gagasan Soetomo cs berhasil. Didirikan sa'at itu juga perkumpulan "Boedi Oetomo"; organisasi modern yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Organisasi yang baru ini diketuai oleh Soetomo.

Dalam pertemuan tersebut, telah dihasilkan kesepakatan tentang kepengurusan Budi Utomo, dengan susunan sebagai berikut : 
  • Ketua : R. Soetomo
  • Wakil Ketua : M. Soelaiman
  • Sekretaris I : Soewarto
  • Sekreataris II : Goenawan Mangoenkusumo
  • Bendara : R. Angka
  • Komisaris : M. Soewarno, M. Mohammad Saleh, dan M. Goembrek

Meskipun Budi Utomo didirikan pada 20 Mei 1908, namun Anggaran Dasar organisasi baru disahkan pada sidang pertama yang diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 3 sampai dengan 5 Oktober 1908. Beberapa bulan setelah organisasi ini didirikan (tepatnya 5 bulan), organisasi ini telah memiliki 40 cabang dengan jumlah anggota mencapai lebih dari 10.000 orang.

Setelah membuka sidang, dr. Wahidin mempersilahkan Soetomo sebagai pendiri organisasi Budi Utomo untuk menyampaikan gagasan-gagasannya dalam Bahasa Belanda. Dalam kesempatan itu, Soetomo mengusulkan agar Budi Utomo menjadi organisasi yang memotivasi semua orang ke arah kemajuan semua bumi putra di pulau Jawa dan Madura. Sebagai pemuda hendaknya tidak hanya menerima saja apa yang sudah digariskan kebijakannya oleh pemerintah kolonial. Pemuda bumi putra harus menjadi motor perubahan itu. Pidato Soetomo mendapatkan sambutan yang sangat meriah dari peserta kongres. Hal ini disebabkan karena Soetomo adalah seorang calon dokter, suatu profesi yang memiliki kedudukan yang amat tinggi di masyarakat pada saat itu.

Kongres pertama Boedi Oetomo telah mempersatukan mereka guna merumuskan cita-cita Boedi Oetomo yang menyerahkan kepemimpinan itu kepada kaum tua. Sementara kaum muda akan menjadi motor dan penggeraknya. Dari hasil kongres pertama ini diputuskan bahwa organisasi Boedi Oetomo akan ditangani oleh :

  • Ketua : R. T. Aryatirtakusumo
  • Wakil Ketua : dr. Wahidin
  • Anggota      : Dwidjosewojo dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo.

Berdirinya Boedi Oetomo ini telah menandai perubahan perjuangan rakyat yang mengedepankan diplomasi dan bukan fisik. Boedi Oetomo telah menginspirasi berdirinya organisasi-organisasi pergerakan lainnya seperti Sarekat Islam, Indische Partij, Partai Nasional Indonesia, dan partai-partai lain yang masing-masing memperjuangkan tercapainya tujuan organisasi tersebut.

Kehidupan dr. Soetomo Setelah Lulus dari STOVIA


Kondisi di Jawa sangat membutuhkan tenaga medis untuk menanggulangi wabah penyakit pes. Setelah lulus dari STOVIA pada 1911, Dr. Soetomo menjalani ikatan dinasnya yang pertama di Semarang. Setahun setelah menjalani dinasnya di Semarang, ia dipindahkan ke ke Tuban pada 1912.

Selama setahun lamnya ia menjalani masa dinasnya di Tuban. Kemudian ia dipindahkan lagi ke Lubuk Pakam, karena wilayah ini terjangkit wabah penyakit pes yang semakin memburuk. Penugasan di Lubuk Pakam adalah masa dinasnya yang pertama di luar pulau Jawa. Pengalamannya di Lubuk Pakam semakin memantapkan pemikirannya jika kondisi pemuda - pemudi bumi putera di luar Jawa lebih parah daripada di Jawa sehingga organisasi yang telah dibentuknya harus diperluas jangkauannya seluas wilayah pemerintah kolonial Belanda.

Setelah dianggap berhasil menangani wabah penyakit pes di Lubuk Pakam, Dr. Soetomo dipindahkan ke Malang, karena wilayah ini baru saja terjangkit wabah penyakit pes. Kondisi di Malang segara dapat diatasi karena Kota Malang tidak terlampau Luas.

Setelahnya ia harus balik lagi ke Sumatera untuk di tugaskan di Batu Raja. Ia dipertahankan di kota itu sampai tahun 1917. Dr. Soetomo ternyata di tempat tugasnya tidak hanya mejalankan tugasnya sebagai dokter, tetapi juga mengikuti beberapa kegiatan perkumpulan Among Bongso, suatu perkumpulan yang terdiri dari pejabat pemerintah, tokoh masyarakat dan orang-orang yang menghendaki kemajuan bangsanya.

Pada 1917 tersebut, Dr. Soetomo dipindahtugaskan dari Batu Raja ke Blora di Jawa, karena wabah pes di Batu Raja sudah dapat diatasi. Di Blora, ia diperbantukan di rumah sakit Blora di Jawa Tengah, yang merupakan rumah sakit bantuan dari Zending, yang dikelola oleh gereja. Banyak tenaga medis di sana yang didatangkan dari Belanda termasuk juru rawat dan beberapa dokter. Dari sinilah awal Dr. Soetomo bertemu dengan istrinya.

Dr. Soetomo bersama Istrinya

Atas dedikasi dan kerja nyata yang ditunjukkan oleh Dr. Soetomo, pemerintah kolonial Belanda memberikan beasiswa kepadanya untuk melanjutkan studinya ke Belanda mengambil spesialisasi penyakit kulit dan kelamin. Pada November 1919, bersama istrinya, ia pergi ke Belanda. Ia terdaftar sebagai mahasiswa kedokteran di Universitas Amsterdam dengan nomor pendaftaran D 355.

Selama masa pendidikannya di Belanda, Dr. Soetomo juga aktif dalam beberapa organisasi, seperti Indische Vereeniging. Pengalamannya sebagai pendiri Budi Utomo, membuatnya terpilih sebagai ketua Indische Vereeniging pada tahun 1921. Atas usulnya, organisasi ini diubah menjadi Perhimpoenan Indonesia pada tahun 1922, karena dianggap terlalu eropa sentris.

Pada tahun itu juga, ia mendirikan cabang Serikta Dokter Hindia Belanda di Amsterdam. Pendirian organisasi ini diharapkan banyak membantu program-program para dokter Hindia Belanda. Setelah lulus dari Universitas Amsterdam, ia melanjutkan studi spesiali dermatologi di Hamburg. Baru pada tahun 1923, ia bersama isterinya kembali ke Indonesia untuk memulai tugas barunya.

Dr. Soetomo di Surabaya


Sekembalinya Dr. Soetmo di Indonesia, ia ditempatkan di Surabaya untuk menjalani dinas di rumah sakit Simpang di Surabaya (CBZ). Selain bekerja di rumah sakit ia juga mengajar di Sekolah Kedokteran di Surabaya NIAS (Nederlandsche Indische Artsen School).

Rutinitas dan iklim di Surabaya nampak tidak cocok bagi istri Dr. Soetomo, karena menyebabkan istrinya sering mengalami sesak nafas dan mengalami penyakit asma akut. Istirnya segera dipindahkan ke desa Cilaket di lereng gunung Penanggungan untuk pengobatan. Namun seperti yang diberitakan oleh Algemeen Handlesblad jika pada 19 Februari 1934, nyonya Dr. Soetomo telah meninggal dunia.

Setelah melewati peristiwa yang membuat sedih hatinya itu, Dr. Soetomo melanjutkan konsentrasinya untuk mengembangkan organisasi Budi Utomo, namun karena orientasi Budi Utomo yang tetap pada kegiatan kaum priyayi membuatnya tidak menarik lagi baginya. Atas dasar itulah ia mulai berencana mendirikan lembaga studi atau yang dikenal dengan nama Studie Club.

Akhirnya pada 11 Juli 1924, pada hari Jumat di rumah RM Soejono di Palmenlaan, Dr. Soetomo di depan pada peserta rapat kaum intelektual bumi putera, ia menjelaskan rencana didirkannya Studie Club. Dari diskusi itu diputuskan pendirian dan pembentukan kepengurusan Studie Club. Sebelum rapat dibubarkan, dibacakan kesimpulan dari didirikannya organisasi Studie Club ini. Tujuan didirikannya Indonesische Studieclub antara lain :
  1. Mendorong kaum terpelajar dari masyarakat bumi putra ke arah keinsyafan persatuan dan kepahaman politik. (De Ontwikkeleden in de Inlandse samenleving op te wekken tot gemeenschapsbesef enpolitiek inzicht);
  2. Mengajak kaum terpelajar masyarakat bumi putra untuk bekerja secara konstruktif dengan cara membahas persoalan-persoalan nasional (kebangsaan) dan sosial. (Hen de ontwikkelden door bespreking van nationale en sociale vraagstukken te bewegen tot gemeenschappelijke constructive arbeid). 

Pendirian Indonesische Studie Club dianggap sangat penting oleh para tokoh yang hidup sezaman dengannya. Pengaruhnya sangat besar bagi kaum muda di seluruh tanah air. Dalam waktu singkat, berdiri studi klub-studi klub di kota lain seperti di Bandung didirikan Algemeene Studie Club yang dipimpin oleh Ir. Soekarno.

Dr. Soetomo di Gemeenteraad Soerabaja 


Semakin berkembangnya Indonesische Studieclub, Dr. Soetomo diminta untuk duduk sebagai wakil rakyat di Gemeenteraad Soerabaja (atau DPRD Surabaya). Kesediannyanya menjadi anggota Gemeenteraad Soerabaja menimbukan banyak penafsiran yang berbeda-beda bagi kalangan intelektual. Sikapnya ini dianggap sebagai sikap yang kooperatf dengan pemerintah kolonial. Keanggotannya di Gemeenteraad Soerabaja diresmikan pada 29 Juli 1924 di Kantor Pemungutan Suara d Genteng.

Selama beberapa bulan menjadi anggota Gemeenteraad Soerabaja, akhirnya pada 16 Maret 1925, Dr. Soetomo memutuskan untuk berhenti dan keluar dari Gemeenteraad Soerabaja. Hal ini disebabkan seringkali kebijakan yang diambil oleh keputusan Gemeenteraad Soerabaja selalu berpihak kepada kepentingan pemerintah kolonial Belanda. Usulannya tentang perbaikan kampung dan kesehatan masyarakat selalu ditolak oleh sidang.

Baca Juga : MH Thamrin - Putera Betawi yang Berjuang di Parlemen (Volksraad)

Setelah menyatakan diri keluar dari Gemeenteraad Soerabaja, dr. Soetomo tetap menghabiskan waktunya semenjak pagi di rumah sakit, siang mengajar di NIAS, dan sore membuka praktek di rumahnya di Simpang Dukuh. Malamnya, ia habiskan waktunya untuk memimpin pergerakan rakyat dengan menghadiri rapat-rapat organisasi.

Dr. Soetomo dalam PPKI


Dalam perkembangan pergerakan nasional di Hindia Belanda, semangat persatuan semakin keras diucapkan pada kongres organisasi manapun yang membuat Dr. Soetomo berniat aktif di PPPKI (Permoefakatan Perhimpoenan Politik Kebangsaan Indonesia), suatu konfederasi perkumpulan sosial politik yang ada saat itu, seperti PNI, PSI, Budi Utomo, Pasundan, Sarekat Sumatera, Kaum Betawi. Dalam kongres PPPKI yang pertama di Surabaya pada 1928, ia terpilih menjadi Ketua Dewan Penasehat.

Dalam perjalanannya, PPPKI mengalami banyak kendala, karena masingmasing organisasi memiliki ideologi, visi, misi, tujuan dan arah sendiri-sendiri. Benihbenih konflik selalu menyertai perjalanan PPPKI ini. Ikatan organisasi yang tidak begitu kuat, tidak adanya pemimpin yang memiliki kekuasaan untuk mengendalikan organisasi menyebabkan banyak organisasi anggota PPPKI yang menginginkan untuk keluar dari perhimpunan ini. Dr. Soetomo selaku Ketua Dewan Penasehat PPPKI tidak mampu berbuat banyak, bahkan ia dinilai bertindak terlampau moderat. Lama kelamaan, perkumpulan ini bubar dengan sendirinya.

Dr. Soetomo dalam PBI


Meskipun Dr. Soetomo telah gagal dengan PPPKI, ia tetap fokus untuk mengembangkan Indische Studie Club yang telah mengalami kemajuan yang pesat. Pada 16 Oktober 1930 secara resmi Indische Studie Club berganti nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) yang diketuai oleh Dr. Soetomo.

Seperti halnya organisasi lain yang dipimpinnya, PBI selalu mengedepankan kepentingan rakyat namun sedikit berbeda dengan Indische Studie Club, PBI lebih bersifat terbuka untuk semua kalangan. Dalam waktu relatif singkat jumlah anggota PBI meningkat pesat.

Dalam perkembanganya, Dr. Soetomo mengusulkan untuk menggabungkan antara PBI dan Budi Utomo. Kongres diselenggarakan di kota Solopada 24 dan 25 September 1935. Sebagai hasil fusi kedua organisasi itu, peserta kongres memutuskan untuk mendirikan partai baru dengan nama Partai Indonesia Raya, disingkat Parindra, yang bertujuan untuk mewujudkan Indonesia mulia dan sempurna.

Baca Juga : Biografi Ki Hajar Dewantara - Sang Bapak Pendidikan Indonesia 

Setelah pembentukan partai baru ini, banyak pedagang, petani, buruh, maupun anggota masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan ikut bergabung dengan Parindra. Partai ini memiliki memiliki dasar Nasionalisme Indonesia, dengan semboyancooperative, dengan kemungkinan incidentele non cooperative.

Sebelum penutupan Kongres memutuskan dan menyetujui kepengurusan Parindra 189 sebagai berikut :
 

  • Ketua : Dr. Soetomo
  • Wakil Ketua : RMH Woerjaningrat
  • Sekretaris : Mr. Soebroto
  • Bendahara : Soedjoko dan sejumlah komisaris sampai 34 .
Pada saat penutupan Kongres, Parinda telah memiliki 53 cabang di seluruh Nusantara. 

Wafatnya Dr. Soetomo

Akibat dari aktivitasnya yang sangat padat, menyebabkan kesehatan dr. Soetomo mulai terganggu. Pada tanggal 1 Maret 1938 Dr. Soetomo dirawat di rumah sakit karena penyakitnya yang sudah kronis. Setelah opname di rumah sakit selama hampir dua bulan, pada 30 Mei 1938, pukul 16.30 Dr. Soetomo menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Prosesi Pemakaman Dr. Soetomo
Prosesi Pemakaman Dr. Soetomo
 
Jenazah Dr. Soetomo kemudian dikebumikan di Surabaya, Jawa Timur, tepatnya di Gedung Nasional Indonesia. 

Demikian yang dapat saya bagikan kepada sobat terkait Biografi Dr. Soetomo - Bapak Pendiri Organisasi Budi Utomo yang Moderat. Semoga bermanfaat dan terima kasih atas kunjungannya. 

Sumber Referensi : 

Prof. Dr. Djoko Marihandoko. Perjuangan DR. Soetomo. dalam Dokter Soetomo. 105 Tahun Kebangkitan Nasional. 2015. Museum Kebangkitan Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.  
LihatTutupKomentar